1. "Berdasarkan kriteria BPS, jumlah usaha kecil di Indonesia tahun 2002 sebanyak 40.1195.611 usaha kecil dan 99,99 persen di antaranya atau 40.195.516 merupakan usaha mikro...." diperoleh dari halaman 13 dari artikel.
- Referensinya yaitu:
Biro Pusat Statistik, Indonesia, 2002, usaha mikro 40.195.516, Biro Pusat Statistik, Indonesia, Indonesia.
2. "Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2003 sekitar 97 % dari seluruh perusahaan di Indonesia Merupakan Usaha Mikro, yaitu 41,8 juta dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 30 % dengan tenaga kerja 71,44 juta, sementara keseluruhan usaha mikro, kecil dan menengah sebanyak 42,5 juta usaha dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 57 %. ...." diperoleh dari halaman 17 dari artikel, -Referensinya yaitu :
Biro Pusat Statistik, Indonesia, 2003, kontribusi PDB, Biro Pusat Statistik, Indonesia, Indonesia.
3. "Adapun yang dimaksud dengan usaha mikro menurut Keputusan Menteri Keuangan nomor 40/KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2003......" diperoleh dari halaman 17 dari artikel.
- Referensinya yaitu :
Keputusan Menteri Keuangan, 2003, Pengertian Usaha Mikro, Nomor 40/KMK.06/2003, Keputusan Menteri Kuangan, Indonesia
4. "Dari hasil kajian dan data BPS (2000) ditunjukkan bahwa meskipun kebijakan dan program pemberdayaan UKM....." diperoleh dari halaman 20 dari artikel,
- Referensinya yaitu :
Biro Pusat Statistik, Indonesia, 2000, Pemanfaatan Dana Perbankan oleh Usaha Mikro, Biro Pusat Statistik, Indonesia, Indonesia
Jumat, 04 Juni 2010
Sabtu, 15 Mei 2010
ANALISIS PERBANDINGAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN PADA MINIMARKET INDOMARET DENGAN ALFAMART DI KOMPLEKS PESONA ANGGREK BEKASI
Analisis artikel :
Pada Tata letak artikel sebaiknya dibenahi ,karena setiap judul seperti Pendahuluan, Telaah Pustaka, Metode Penelitian,dan Daftar pustaka sebaiknya diberi halaman tersendiri tidak diatukan dalam satu halaman.
Pada Pendahuluan. Kata-kata tidak baku sebaiknya diganti,contohnya “supaya” dapat diganti dengan kata “agar”. Kata-kata penghubung tidak digunakan pada awal kalimat, contohnya kata “dan” pada kalaimat “ Dan hakikatnya kepuasan konsumen merupakan evaluasi purna beli”.Terakhir kalimat “Demikianlah sebagaimana yang disampaikan oleh banyak pakar ekonomi yang memberikan definisi mengenai kepuasan konsumen” merupakan pemborosan kalimat, seharusnya diganti menjadi. “Pakar ekonomi memberikan definisi mengenai kepuasan konsumen”.
Pada kerangka pemikiran. Kata Yang pertama,Yang kedua,Yang ketiga,Yang keempat,Yang kelima, dan Yang keenam sebaiknya kata “Yang” dihapus. Kata “ ditempuh “, “ di jual “ sebaiknya tidak menggunakan spasi “dijual”, “ditempuh”.
Pada Telaah Pustaka. Kalimat kelima “ Kualitas pelayanan mamiliki hubungan yang erat dengan kepuasan konsumen” merupakan pemborosan kalimat sehingga seharusnya dihilangkan karena sudah dijelaskan pada kalimat sebelumnya.
Pada Metode Penelitian. Jarak antara paragraph Uji Validitas dengan Uji Realibilitas jaraknya terlalu jauh.
Pada Tata letak artikel sebaiknya dibenahi ,karena setiap judul seperti Pendahuluan, Telaah Pustaka, Metode Penelitian,dan Daftar pustaka sebaiknya diberi halaman tersendiri tidak diatukan dalam satu halaman.
Pada Pendahuluan. Kata-kata tidak baku sebaiknya diganti,contohnya “supaya” dapat diganti dengan kata “agar”. Kata-kata penghubung tidak digunakan pada awal kalimat, contohnya kata “dan” pada kalaimat “ Dan hakikatnya kepuasan konsumen merupakan evaluasi purna beli”.Terakhir kalimat “Demikianlah sebagaimana yang disampaikan oleh banyak pakar ekonomi yang memberikan definisi mengenai kepuasan konsumen” merupakan pemborosan kalimat, seharusnya diganti menjadi. “Pakar ekonomi memberikan definisi mengenai kepuasan konsumen”.
Pada kerangka pemikiran. Kata Yang pertama,Yang kedua,Yang ketiga,Yang keempat,Yang kelima, dan Yang keenam sebaiknya kata “Yang” dihapus. Kata “ ditempuh “, “ di jual “ sebaiknya tidak menggunakan spasi “dijual”, “ditempuh”.
Pada Telaah Pustaka. Kalimat kelima “ Kualitas pelayanan mamiliki hubungan yang erat dengan kepuasan konsumen” merupakan pemborosan kalimat sehingga seharusnya dihilangkan karena sudah dijelaskan pada kalimat sebelumnya.
Pada Metode Penelitian. Jarak antara paragraph Uji Validitas dengan Uji Realibilitas jaraknya terlalu jauh.
Minggu, 21 Maret 2010
Di tahun 2009, menurut seluruh jawaban responden yang terkumpul menyatakan bahwa kondisi ekonomi melambat akibat krisis global merupakan salah satu faktor utama yang menghambat penyaluran kredit (22%). Faktor-faktor lain yang menjadi concern bankers adalah masalah daya beli masyarakat yang menurun (19%) serta suku bunga kredit yang masih tinggi (12%).
Faktor penghambat yang cukup besar pangsa jawabannya adalah faktor lain seperti jaringan kantor bank yang masih terbatas sehingga penetrasi kredit ke daerah-daerah relatif terbatas serta kondisi infrastruktur suatu wilayah yang belum baik sehingga tidak menarik bagi investor. Terkait dengan jawaban belum bankable penyabanya antara lain karena belum terpenuhinya sertifikat tanah/surat keterangan tanah (SKT), tidak memiliki NPWP, belum memiliki SIUP, SITU, TDP ataupun HO yang sangat diperlukan sebagai aspek legal dalam mendapatkan fasilitas kredit dari perbankan.
Sementara itu, dalam rangka menghadapi dampak krisis global, pihak perbankan daerah telah menyiapkan beberapa strategi dalam proses penyaluran kreditnya. Sebagian besar jawaban menyatakan akan mengutamakan pelaksanaan prudential banking (29%), diikuti dengan ekspansi kredit secara selektif (23%), serta pelaksanaan manajemen resiko yang efektif dan efisien (20%). Disamping itu, beberapa bank juga akan lebih memfokuskan pada pembiayaan UMKM yang secara historis tahan terhadap dampak krisis global (6%).
Kebijakan Perbankan Menghadapi Krisi
s
sumber : www.bi.go.id
Jumat, 26 Februari 2010
Tidak Bayar Pajak Bukan Orang Bijak
Wajib Pajak (WP) adalah Orang Pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.Wajib pajak bias di bagi menjadi dua bagian , yaitu :
1. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
2. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi social politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana. Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama. (www.pajak.go.id)
Dari kedua wajib pajak tersebut, penerimaan pajak dari orang pribadi jauh lebih kecil dibandingkan penerimaan pajak badan.Hal ini disebabkan masih banyak orang-orang kaya yang tidak membayar pajak, kalaupun mereka membayar pajak, pembayarannya tidak sesuai dengan ketentuan pajak yang berlaku. (Harian Pelita)
Realisasi penerimaaan pajak periode 1 Januari 2009 hingga 31 Desember 2009 mencapai Rp565,77 triliun atau 97,99 persen dari target penerimaan pajak dalam APBNP 2009. jika dibandingkan dengan realisasi penerimaan periode yang sama 2008 maka jumlah tersebut lebih rendah. Penerimaan pajak selama 2008 mencapai Rp571,10 triliun.
Sementara realisasi penerimaan pajak tanpa PPh Migas selama periode Januari-Desember 2009 mencapai sebesar Rp515,73 triliun atau 97,61 persen dari target. Jika dibandingkan dengan realisasi penerimaan periode yang sama tahun 2008, terdapat pertumbuhan 4,38 persen. Realisasi pada 2008 mencapai Rp494,08 triliun.
Dirjen Pajak Mochamad Tjiptardjo merinci, jumlah penerimaan pajak itu terdiri dari PPh Non Migas sebesar Rp267,53 triliun atau 91,88 persen dari rencana penerimaan 2009 sebesar Rp291,18 triliun. Penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) mencapai Rp214,35 triliun atau 105,55 persen dari rencana Rp203,08 triliun.Realisasi penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB) mencapai Rp24,27 triliun atau 101,71 persen dari rencana Rp23,86 triliun. Realisasi penerimaan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) mencapai Rp6,46 triliun atau 92,57 persen dari rencana 2009 Rp6,98 triliun. Sementara pajak lainnya mencapai Rp3,11 triliun atau 95,83 persen dari rencana 2009 sebesar Rp3,25 triliun.
Sementara itu mengenai jumlah wajib pajak (WP) terdaftar, Tjiptardjo mengatakan, jumlah WP terdaftar tahun 2009 sebanyak 15,91 juta. Menurut dia, selama 5 tahun terakhir, jumlah pemilik NPWP terus meningkat. Tahun 2005 mencapai 4,35 juta, 2006 sebanyak 4,80 juta, tahun 2007 sebanyak 7,13 juta, tahun 2008 sebanyak 10,68 juta, dan tahun 2009 sebanyak 15,91 juta. (ANTARA News )
Menurut Ditjen Pajak, nilai potensi pajak yang tidak diterima negara diperkirakan mencapai Rp 200 triliun setiap tahunnya yang dimana penerimaan pajak dari orang pribadi jauh lebih kecil dibandingkan penerimaan pajak badan.(Kompas.com)
Direktur Intelijen dan Penyidikan Direktorat Jenderal Pajak, Mochamad Tjiptardjo, mengatakan sebagian kalangan berpendapat bahwa tindak pidana yang dilakukan dalam bidang perpajakan yang mengakibatkan kerugian pada pendapatan negara termasuk dalam tindak pidana korupsi.
Ia mengatakan, tindak pidana di bidang perpajakan merupakan tindak pidana khusus, mengingat jenis-jenis perbuatan serta pejabat yang diberi wewenang untuk melakukan penyidikan telah diatur tersendiri dalam undang-undang perpajakan yang merupakan ketentuan khusus (lex special).
Ketentuan pidana dalam bidang perpajakan yang menyangkut wajib pajak diatur dalam pasal 38, 39 dan 39A UU No.6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan.
Ia juga menuturkan, penyidikan atas perkara tindak pidana di bidang perpajakan juga dapat dihentikan Jaksa Agung atas permintaan Menteri Keuangan untuk kepentingan penerimaan negara.
Penghentian penyidikan hanya dapat dilakukan setelah wajib pajak melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan, ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar empat kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan sesuai pasal 44B UU KUP.( ANTARA News )
Untuk mengurangi hal tersebut dibuatlah Sunsel Policy. Dengan sunsel policy diharapkan agar orang kaya, wajib pajak atau calon wajib pajak setelah mengisi dan membayar pajak serta mem-betulkan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan sukarela dan tertib. .
Dengan diberlakukannya sunset policy, diharapkan memulai keterbukaan dalam melaksanakan kewajiban kenegaraan di bidang perpajakan. Sunset policy memberi ruang bagi WP membayar kewajibannya secara benar.
Policy merupakan kerangka besar untuk menciptakan suatu kondisi warga negara yang seharusnya membayar pajak. Sudah saatnya negara tidak bergantung pada utang, sebab ha-nya pajak yang bisa menutupi Itu. (Harian Pelita )
Jadi marilah kita sebagai warga negara yang baik membayar pajak, karena dengan membayar pajak negara untung dan kitapun akan merasakan mafaat pembangunan fasilitas umum yang dibangun dari pembayaran pajak.
Sumber : - www.pajak.gi.id
- Masih Banyak Orang Kaya Tidak Bayar Pajak, Cr-8, Harian Pelita, Senin 22 Februari 2010, Jakarta
- 200 Wajib Pajak Kelas Kakap Dikumpulkan, HIN, Kompas, 3 Desember 2008, Jakarta
- Tidak Bayar Pajak Termasuk Praktik Korupsi, Antara News, 16 Agustus 2008,Medan
Selasa, 22 Desember 2009
Kontribusi Koperasi
Perkembangan peran yang dilakukan oleh usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang besar ditunjukkan oleh jumlah unit usaha dan pengusaha, serta kontribusinya terhadap pendapatan nasional, dan penyediaan lapangan kerja.
Pada tahun 2003, persentase jumlah UMKM sebesar 99,9 % dari seluruh unit usaha, yang terdiri dari usaha menengah sebanyak 62,0 ribu unit usaha dan jumlah usaha kecil sebanyak 42,3 juta unit usaha yang sebagian terbesarnya berupa usaha skala mikro. UMKM telah menyerap lebih dari 79,0 juta tenaga kerja atau 99,5 % dari jumlah tenaga kerja.
Pada tahun 2004 jumlah UMKM diperkirakan telah melampaui 44 juta unit. Jumlah tenaga kerja ini meningkat rata-rata sebesar 3,10 % per tahunnya dari posisi tahun 2000. Kontribusi UMKM dalam PDB pada tahun 2003 adalah sebesar 56,7 % dari total PDB nasional, naik dari 54,5 % pada tahun 2000. Sementara itu pada tahun 2003, jumlah koperasi sebanyak 123 ribu unit dengan jumlah anggota sebanyak 27.283 ribu orang, atau meningkat masing-masing 11,8 % dan 15,4 %dari akhir tahun 2001
Kenyataan itu diperkuat oleh Menteri Negara Koperasi dan UKM Bapak Syarifuddin Hasan yang menegaskan koperasi dan UMKM memiliki peran strategis yang berkaitan langsung dengan kehidupan dan peningkatan kesejahteraan rakyat adalah nyata. Mereka juga telah terbukti menjadi penopang kekuatan dan pertumbuhan ekonomi. Beliau berani menyatakan statement seperti itu karena sesuai fakta data selama 2004-2009 dampak positif atas perkembangan Koperasi dan UMKM. Terutamanya dalam penyerapan tenaga kerja sektor Koperasi menampung sekitar 23,39%, sektor UMKM yang berjumlah sekitar 51,2 juta unit usaha atau 99,98% dari total pelaku ekonomi nasional, kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja mencapai 97,04% dari total tenaga kerja yang terserap. Demikian kontribusi terhadap PDB juga lumayan tinggi yakni mencapai 55,56% dari total PDB nasional. Bukti lainnya adalah memiliki nilai ekspor non migas mencapai 20,17% dan investasi 52,09%, sehingga dengan kemampuan tersebut telah ikut mendorong pertumbuhan lokal dan nasional.
Karena konribusi Koperasi dan UMKM yang sangat penting perlu upaya untuk memberdayakan UMKM harus terencana, sistematis dan menyeluruh baik pada tataran makro, meso dan mikro yang meliputi :
1. Penciptaan iklim usaha dalam rangka membuka kesempatan berusaha seluas-luasnya, serta menjamin kepastian usaha disertai adanya efisiensi ekonomi.
2.Pengembangan sistem pendukung usaha bagi UMKM untuk meningkatkan akses kepada sumber daya produktif sehingga dapat memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya, terutama sumber daya lokal yang tersedia.
3. Pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif usaha kecil dan menengah (UKM), dan
4. Pemberdayaan usaha skala mikro untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi di sektor informal yang berskala usaha mikro, terutama yang masih berstatus keluarga miskin. Selain itu, peningkatan kualitas koperasi untuk berkembang secara sehat sesuai dengan jati dirinya dan membangun efisiensi kolektif terutama bagi pengusaha mikro dan kecil.
Jadi, mengingat peran koperesi yang cukup penting pemerintah harus mendukung terus perkembangan Koperasi dengan kebijakan-kebijakan yang tepat.
Senin, 23 November 2009
PERKEMBANGAN KOPERASI INDONESIA
Teman-teman tau ga apa itu ICA? ICA singkatan dari International Cooperative Alliance, yaitu organisasi gerakan koperasi internasional yang dibentuk pada 1895, dan saat ini beranggotakan 220 organisasi gerakan koperasi dari 85 negara (termasuk gerakan koperasi Indonesia yang diwakili oleh Dekopin) yang memiliki lebih dari 800 juta anggota perorangan yang tersebar di seluruh dunia.
Dalam General Assembly yang diselenggarakan pada 18-19 Oktober 2007 yang lalu di Singapura, ICA antara lain telah meluncurkan suatu proyek yang disebut ICA Global 300, yang menyajikan profil 300 koperasi klas dunia. Yang dijadikan kriteria untuk dapat terjaring dalam Global 300 ini, disamping jumlah volume usaha (turnover) serta asset, juga kegiatannya dalam melaksanakan tanggung jawab sosial (Cooperative Social Responsibility), yang antara lain meliputi: pelaksanaan nilai dan prinsip koperasi, pelaksanaan demokrasi, kepedulian pada lingkungan, serta keterlibatan dalam pembangunan masyarakat. Dengan kriteria ini berbagai jenis koperasi, yang berasal dari 28 negara dengan turnover sejak $AS 63.449.000.000 hingga $ 654.000.000, termasuk dalam kelompok koperasi klas dunia ini. Dari berbagai jenis koperasi tersebut, yang terbanyak adalah koperasi/sektor keuangan (perbankan, asuransi, koperasi kredit/credit union) sebesar 40%, kemudian disusul koperasi pertanian (termasuk kehutanan) sebesar 33%, koperasi ritel/wholesale sebesar 25%, sisanya adalah berbagai macam koperasi, seperti: koperasi kesehatan, energi, manufaktur dan sebagainya. Dilihat dari penyebarannya, dari 300 koperasi tersebut, 63 koperasi diantaranya berada di Amerika Serikat kemudian disusul 55 koperasi di Perancis. 30 koperasi di Jerman, 23 koperasi di Itali dan 19 koperasi di Belanda.
Sementara itu di Asia terdapat cukup banyak koperasi yang termasuk dalam daftar Global 300, seperti Jepang yang menempatkan 12 koperasi raksasanya, 2 diantaranya bahkan menduduki peringkat 1 dan 2, yaitu Zeh Noh (koperasi pertanian, yang beromzet $AS 63.449.000.000) dan asset $ 18.357.000.000 dan Zenkyoren (koperasi asuransi yang beromzet $ AS 46.819.000.000) dan asset $ 406.224.000.000, Kemudian Korea Selatan yang walaupun hanya menempatkan 2 koperasi, satu diantaranya, yaitu NACF (National Agricultural Cooperative Federation) dengan turnovernya sebesar $AS 24.687.000.000 dan asset $ 199.783.000.000 menduduki rangking 4. India juga memiliki 2 koperasi unggulan, yang satu koperasi pupuk IFFCO (Indian Farmers Fertilizer Cooperative) yang turnovernya $AS 1.683.000.000 dan asset $ 1.251.000.000 (peringkat 140) dan koperasi susu Amul yang turnovernya $AS 670.000.000 dan asset $ AS 11.000.000 (peringkat 295). Dan jangan lupa Singapura, negara yang hanya berpenduduk + 4.4 juta itu juga menempatkan 2 koperasi unggulannya, yaitu koperasi asuransi NTUC Income yang turnovernya $AS 1.273.000.000 dan asset $ AS 10.015.000.000 (peringkat 180) dan koperasi ritel NTUC Fairprice yang turnovernya $AS 808.000.000 dan asset $ AS 586.000.000 (peringkat 264).
Selain ICA Global 300 yang menyajikan profil koperasi-koperasi klas dunia, dalam kesempatan General Assembly tersebut ICA juga meluncurkan Developing 300 Project, yang menyajikan profil koperasi-koperasi di negara sedang berkembang dengan kriteria turnover dan asset yang lebih rendah, yang tertinggi Saludcoop koperasi kesehatan Columbia yang turnovernya sebesar $ AS 504.681.000 dan assetnya $ AS 223.893.000, sedangkan yang terendah adalah koperasi pertanian Uganda yang turn overnya $ AS 512.000 dan assetnya $ 399.000. Kedalam kelompok ini 5 negara Asia: Malaysia, Pilipina, Muangthai, Srilangka dan Vietnam masing-masing menempatkan 5 koperasi, sedangkan 4 negara Afrika: Ethopia, Kenya, Tanzania dan Uganda juga masing-masing menempatkan 5 koperasi; sementara dari
Amerika Selatan, Columbia, Kostarika dan Paraguay juga menempatkan masing-masing 5 koperasi.
Lalu Bagaiman dengan Indonesia? Seperti kita lihat, apalagi dalam ICA Global 300 yang meyajikan koperasi-koperasi klas dunia, dalam Developing 300 Projectpun yang menyajikan perkembangan koperasi-koperasi di negara sedang berkembang, tak satupun koperasi dari Indonesia yang masuk daftar. Apa yang terjadi dengan perkembangan koperasi di Indonesia?
Seperti kita ketahui, dari sejarahnya koperasi sudah dikenal pada masa peralihan abad 19-20 –yang berarti sudah lebih dari satu abad- yang kemudian juga dipraktekkan oleh para pimpinan pergerakan nasional. Setelah proklamasi peranan koperasi dipaterikan dalam konstitusi sehingga memiliki posisi politis strategis, kemudian pada tahun 1947 gerakan koperasi menyatukan diri dalam wadah gerakan koperasi, yang saat ini bernama Dekopin, yang berarti tahun ini usia organisasi gerakan koperasi ini sudah 61 tahun Dengan modal pengalaman selama lebih dari satu abad, dukungan politis dari negara dan wadah tunggal gerakan koperasi, seharusnya koperasi Indonesia sudah bisa mapan sebagai lembaga ekonomi dan sosial yang kuat dan sehat. Tetapi kenyataan menunjukkan, koperasi yang dengan landasan konstitusi pernah didambakan sebagai “soko guru perekonomian nasional” itu, saat ini tidak mengalami perkembangan yang berarti, sehingga amat jauh ketinggalan dari koperasi-koperasi di negara-negara lain, termasuk koperasi di negara sedang berkembang.
Niat baik dari founding fathers untuk menjadikan koperasi sebagai “pelaku utama” dalam perekonomian nasional dengan mencantumkan peranan koperasi dalam konstitusi, diterjemahkan oleh pemerintahan demi pemerintahan sesuai dengan misi politiknya. Demikianlah pada masa “orde lama” koperasi menjadi “alat politik” pemerintah dan partai dalam rangka nasakomisasi, pada masa ”orde baru” koperasi menjadi “alat dan bagian integral dari pembangunan perekonomian nasional” yang dilimpahi dengan bermacam fasilitas. Kebijakan yang menempatkan peranan pemerintah sangat dominan dalam pembangunan koperasi, menjadikan gerakan koperasi menjadi sangat tergantung pada bantuan luar, hal yang sangat bertentangan dengan hakekat koperasi sebagai lembaga ekonomi sosial yang mandiri. Di masa reformasi sekarang ini, sikap ketergantungan gerakan koperasi ini masih sangat kuat, yang antara lain tercermin dari ketergantungan sepenuhnya Dekopin, organisasi tunggal gerakan koperasi pada APBN (satu hal yang mendorong konflik berkepanjangan di kalangan gerakan sendiri), bukan pada dukungan dari anggota-anggotanya sebagai wujud dari kemandirian. Lebih parah lagi antara gerakan koperasi (cq Dekopin) dan Pemerintah (cq Kementerian Koperasi dan UKM) yang seharusnya bahu membahu dalam pembangunan koperasi, seperti yang dilakukan oleh beberapa negara tetangga kita, sulit sekali terjadi, sehingga masing-masing memiliki agenda sendiri-sendiri, dengan akibat pembangunan koperasi menjadi tidak terarah. Termasuk pembangunan koperasi pertanian yang setelah KUD tidak lagi berdaya, belum lagi ada pemikiran untuk membangun koperasi pertanian. Koperasi yang benar-benar berbasis pada para petani sebagai anggotanya, bukan koperasi pedesaan yang anggotanya heterogen seperti KUD.
Senin, 09 November 2009
HAMBATAN YANG DIHADAPI KOPERASI DI INDONESIA
Permasalahan yang di hadappi Koperasi:
1. Kurangnya kesadaran masyarakat akan kebutuhannya untuk memperbaiki diri, meningkatkan kesejahteraanya, atau mengembangkan diri secara mandiri.Padahal Kesadaran ini akan menjadi motivasi utama bagi pendirian koperasi ‘dari bawah’
2. Kurangnya kejelasan akan kesadaran dan kejelasan dalam keangggotaan Koperasi
3. Kurangnya pengembangan kerjasama antar usaha koperasi
4. Para angota Koperasi yang kurang dalam penguasaaan ilmu pengetahuan dan teknologi ,dan kemampuan menejerial.
Solusinya adalah :
1. Faktor kuncinya adalah kesadaran kolektif dan kemandirian. Dengan demikian masyarakat tersebut harus pula memahami kemampuan yang ada pada diri mereka sendiri sebagai ‘modal’ awal untuk mengembangkan diri. Faktor eksternal dapat diperlakukan sebagai penunjang atau komplemen bagi kemampuan sendiri tersebut.
2. Hal ini secara khusus mengacu pada pemahaman anggota dan masyarakat akan perbedaan hak dan kewajiban serta manfaat yang dapat diperoleh dengan menjadi anggota atau tidak menjadi anggota. Jika terdapat kejelasan atas keanggotaan koperasi dan manfaat yang akan diterima anggta yang tidak dapat diterima oleh non-anggota maka akan terdapat insentif untuk menjadi anggota koperasi. Pada gilirannya hal ini kemudian akan menumbuhkan kesadaran kolektif dan loyalitas anggota kepada organisasinya yang kemudian akan menjadi basis kekuatan koperasi itu sendiri.
3. Penyediaan insentif dan fasilitasi dalam rangka pengembangan jaringan kerjasama usaha antarkoperasi;
4. Pemberian dukungan dan kemudahan untuk pengembangan infrastruktur pendukung pengembangan koperasi di bidang pendidikan dan pelatihan.
Sumber : www.ekonomirakyat.com
Langganan:
Postingan (Atom)